Caradaftarsbobet.me - Siapa sangka klub yang musim lalu hampir degradasi bisa berubah menjadi sebuah 'agama baru' di negara Asia Tenggara, Thailand. Leicester City kini menjadi euforia baru di negeri Gajah Putih itu.
Berawal dari keberanian miliarder Thailand, Vichai Srivaddhanaprabha, yang membeli Leicester City di tahun 2010 lalu. Saat itu, klub berjuluk The Foxes itu masih berada di Divisi Championship.
Mengakuisisi Leicester, Vichai bukan hanya ingin mencoba peruntungan bisnis di dunia sepak bola, lebih dari itu. Pria yang punya perusahaan King Power juga berambisi mengembalikan Leicester ke level kompetisi di Inggris, Liga Premier.
Bermain di Liga Premier berarti bukan hanya menambah penghasilan dari hak siar televisi serta pemasukan sponsor lainnya, tetapi juga menjual nama Thailand sebagai negara asal sang pemilik.
Perlahan namun pasti, era baru Leicester dimulai di musim 2013-14 saat menjuarai Divisi Championship di bawah asuhan pelatih Nigel Pearson. Sayang, Pearson tak sempat mencicipi buah perjuangan karena ia digantikan Claudio Ranieri.
Kembali ke Liga Premier Inggris di musim 2014-15, nasib Leicester tak ubahnya anak bawang. Tak ada pemain berlabel bintang dalam skuad menjadi pekerjaan rumah bagi Ranieri. Mereka pun dipandang sebelah mata dan dianggap tim pelengkap.
Nampaknya anggapan tersebut tidak berlebihan jika melihat penampilan mereka selama semusim. Setelah melewati 38 pertandingan, Leicester mampu lolos dari ancaman degradasi setelah berada di urutan ke-14. Mereka mengemas 11 kemenangan, delapan imbang serta 19 kekalahan.
Namun, cerita suram tersebut berubah 180 derajat semusim ini. Si Rubah mulai menunjukkan kebuasannya, tim-tim besar menjadi mangsa mereka. Bagaimana Chelsea, Liverpool dan Manchester City dipaksa menelan pil pahit saat melawan ke King Power Stadium yang berkapasitas 32.262 penonton.
Lompatan Si Rubah kini membawa mereka bertengger nyaman di puncak klasemen dengan nilai 66 dari 31 pertandingan atau unggul lima poin dari Tottenham Hotspur di posisi kedua.
Euforia pun terbawa angin hingga Thailand, negeri asal Vichai Srivaddhanaprabha, Leicester layaknya sebagai agama baru yang lahir di abad modern. Leicester kini menjadi ikon sepak bola Thailand selain timnas mereka.
Warga beramai-ramai membeli pernak-pernik berwarna biru, ciri khas Leicester yang juga sewarna dengan jersey kebesaran timnas Gajah Putih. Tak mengherankan bila merchandise Leicester jadi komoditi bisnis paling cepat laris manis dan di beberapa daerah jadi amat sulit didapatkan.
Kafe-kfae kini jadi pusat keramaian para fans Leicester di akhir pekan, tujuannya satu menyaksikan tim 'kebanggaan' negara mereka berlaga. Fenomena barunya adalah fans sepak bola Thailand memilih mengenakan jersey Leicester saat mereka berada di stadion, mendukung timnas berlaga.
Bak sebuah ajaran agama baru yang menawarkan kebahagian duniawi, 'aliran' Leicester sampai bisa membuat pendukung tim lain berpindah agama. Sebut saja, Sorrapat Sripan, yang rela meninggalkan Liverpool untuk mendukung Leicester.
"Saya sudah mendukung Leicester sejak 4-5 tahun lalu, sebelumnya saya fans Liverpool," ujarnya.
Euforia Leicester bukan hanya terasa di permukaan, masyarakat sepak bola, tetapi juga sampai ke tempat-tempat ibadah suci. Bayangkan saja, logo klub berkepala rubah kini sudah bisa ditemui di ruang-ruang semedi para biksu.
Menarik kita nnatikan apakah euforia fans Leicester di Thailand dan umumnya di seluruh dunia bakal mencapai klimaks dengan keberhasilan Jamie Vardy dan kawan-kawan merengkuh gelar juara Liga Premier Inggris untuk pertama kalinya sejak klub berdiri di tahun 1884.
Dibaca juga:
Blogger Comment
Facebook Comment